Jumat, 25 Oktober 2013

makalah belajar dan pembelajaran


BELAJAR DAN PEMBELAJARAN IPS

BAB 1
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Perencanaan pembelajaran dan prinsip-prinsip belajar dapat mengungkap batas-batas kemungkinan dalam pembelajaran. Dalam melaksanakan pembelajaran, pengetahuan tentang teori dan prinsip belajar dapat membantu guru dalam memilih tindakan yang tepat. Guru dapat terhindar dari tindakan-tindakan yang kelihatannya baik tetapi nyatanya tidak berhasil meningkatkan proses belajar siswa. Selain itu dengan teori dan prinsip-prinsip belajar ia memiliki dan mengembangkan sikap yang diperlukan untuk menunjang peningkatan belajar siswa.
Dalam kegiatan belajar mengajar, seorang guru harus menggunakan teori-teori dan prinsip-prinsip belajar tertentu agar dapat membimbing aktifitas guru dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Salah satu tugas guru adalah mengajar. Dalam kegiatan mengajar ini tentu saja tidak dapat dilakukan sembarangan, tetapi harus menggunakan teori-teori dan prinsip-prinsip belajar tertentu agar bisa bertindak secara tepat. Oleh karenanya, Anda sebagai calon guru perlu mempelajari teori dan prinsip-prinsip belajar yang dapat membimbing aktivitas Anda dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Walaupun teori belajar tidak dapat diharapkan menentukan langkah demi langkah prosedur pembelajaran, namun ia bisa memberi arah prioritas-prioritas dalam tindakan guru.
Prinsip-prinsip belajar dapat digunakan untuk mengungkapkan batas-batas kemungkinan dalam pembelajaran sehingga guru dapat melakukan tindakan yang tepat. Selain itu dengan teori dan prinsip-prinsip belajar guru juga dapat memiliki dan mengembangkan sikap yang diperlukan untuk menunjang peningkatan belajar siswa. Salah satu tugas guru adalah mengajar. Dalam kegiatan mengajar ini tentu saja tidak dapat dilakukan sembarangan, tetapi harus menggunakan teori-teori dan prinsip-prinsip belajar yang dapat membimbing aktivitas kita dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar.
Perencanaan dan pelaksanaan dalam kegiatan bleajar mengajar akan menjadi baik ketika guru atau pengajar dapat merealisasikan dari asas dan prinsip belajar dan pembelajaran. Akan tetapi pada faktanya masih banyak guru-guru atau pengajar yang belum bisa melaksanakan teori dari asas dan pembelajaran ini. Banyak faktor yang berasal dari internal pengajar itu sendiri maupun dari eksternal.
Ketidakcocokan antara teori dan fakta pada asas dan pembelajaran yang membuat kami mengenkat tema dalam makalah ini, untuk membahas mengenai “Asas dan Prinsip Belajar dan Pembelajara”.


B.     Rumusan Masalah
Masalah yang kami angkat dalam  makalah ini adalah “Asas dan Belajar dan Pembelajaran”.
BAB II
Tinjauan Pustaka

A.    Asas dan Prinsip Belajar dan Pembelajaran
Prinsip belajar dan pembelajaran yang diintisarikan oleh Rothwal (1961) mengatakan bahwa asas dari belajar dan pembelajaran adalah prinsip kesiapan yaitu sebuah prinsip yang mengkondisikan siswa untuk belajar, prinsip motivasi yaitu suatu kondisi dari belajar untuk memprakarsai kegiatan mengatur arah kegiatan dan memelihara kesungguhan, prinsip persepsi yaitu interpretasi tentang sesuatu yang hidup, prinsip tujuan yaitu sasaran khusus yang hendak di capai oleh seseorang, prinsip perbedaan individual yaitu selalu memperhatikan perbedaan individual, prinsip transfer dan retensi yaitu kemampuan seseorang untuk menggunakan lagi hasil belajar, prinsip belajar kognitif yaitu cakupan mengenai asosiasi  pembentukan konsep dan penemuan masalah, prinsip belajar afektif yaitu suatu proses penghubungan diri dengan pengalaman hidup dan prinsip belajar psikomotor yaitu adanya pengujian kemajuan dalam pencapaian tujuan. (Drs.H.Shayrir Nehru, M.Pd dan Edy Karno, S.Pd, M.Pd : Belajar dan Pembelajaran Ekonomi).

B.     Penerapan Asas Dan Prinsip Belajar Dan Pembelajaran
Gagne mengemukakan penerapan asas dan prinsip belajar dan pembelajaran dalam delapan poin, yaitu; Pembelajaran untuk belajar isyarat, hal ini bermaksud bahwa proses yang dimulai dengan mengenal adanya biaya, tanda atau petunjuk yang mengimplemasikan pada proses perubahan perilaku; Pembelajaran untuk belajar stimulasi respon, bermaksud bahwa pada proses ini perubahan perilaku yang dihasilkan oleh terciptanya relasi antar stimulasi dan rangsangan dan respon atau jawaban atas stimulasi; Pembelajaran untuk belajar berangkai, merujuk pada proses belajar yang tercipta dari adanya berbagai proses stimulasi respon; Pembelajaran untuk belajar asosiasi verbal, merujuk pada proses memahami perbuatan; Pembelajaran untuk belajar diskriminasi, merujuk pada proses belajar memahami sesuatu hal dengan melihat perbedaan karakteristik yang dimiliki oleh obyek belajar; Pembelajaran untuk belajar konsep, merujuk pada aktivitas dalam memahami suatu benda; Pembelajaran untuk belajar aturan, merujuk kepada belajar membangun prinsip atau aturan dengan menggunakan serangkaian fakta, data, pristiwa dan pengalaman yang telah di ketahui atau di alami sebelumnya; Pembelajaran untuk belajar memecahkan masalah, merujuk pada proses mental individu dalam menghadapi suatu masalah untuk selanjutnya menetukan cara mengatasi masalah itu melalui proses berfikir yang sistematis dan cermat. (Drs.H.Shayrir Nehru, M.Pd dan Edy Karno, S.Pd, M.Pd : Belajar dan Pembelajaran Ekonomi)

C.    Prinsip-Prinsip Dalam Pembelajaran
Prinsip dalam pembelajaran dapat di bagi ke dalam beberapa kelompok yaitu; Perhatian dan motivasi Perhatian mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan belajar. Dari kajian teori belajar pengolahan informasi terungkap bahwa tanda adanya perhatian tak mungkin terjadi belajar (Gage dan Berline,1984 : 335)Motivasi adalah tenaga yang menggerakkan dan mengarahkan aktivitas seseorang; Keaktifan, Kecenderungan ptikologi menganggap bahwa akan adalah makhluk yang aktif, mempunyai dorongan untuk berbuta sesuatu, mempunyai kemauan dan aspirasinya sendiri; keterlihatan langsung/berpengalaman yaitu, menurut Edge Dale penggolongan pengalaman belajar yang dituangkan dalam kerucut pengalamanya mengemukakan bahwa belajar yang paling baik adalah melalui pengalaman langsung; Pengulangan, menurut teori psikologi daya belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada manusia yang terdiri atas daya pengamat, menanggap, mengginngat, menghayal, merasakan, berfikir, dan sebagainya; Tantangan yaitu, teori medan (Field Theory) dari Kurt Lewin mengemukakan bahwa siswa dalam situasi belajar berada dalam suatu medan atau lapangan prikologi; Balikan dan penguatan, Prinsip belajar yang berkaitan dengan balikan dan penguatan terutama ditekankan oleh belajar Operant Conditioning dari B.F. Skinner, kalau pada teori conditioning yang diberi kondisi adalah stimulus, maka pada opetant conditioning yang diperkuat adalah terponsnya. (Khaerul Anam: 2009).


BAB III
PEMBAHASAN

A.    Prinsip-Prinsip Belajar
Banyak teori dan prinsip-prinsip belajar yang dikemukakan oleh para ahli yang satu dengan yang lain memiliki persamaan dan juga perbedaan. Dari berbagai prinsip belajar tersebut terdapat beberapa prinsip yang relatif berlaku umum yang dapat kita pakai sebagai dasar dalam upaya pembelajaran, baik bagi siswa yang perlu meningkatkan upaya belajarnya maupun bagi guru dalam upaya meningkatkan mengajarnya. Prinsip-prinsip itu berkaitan dengan perhatian dan motivasi, kreatifan, ketertiban langsung/berpengalaman, pengulangan, tantangan, balikan dan penguatan, serta perbedaan individual.

   Ø  Perhatian dan Motivasi
Perhatian mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan belajar. Dari kajian teori belajar pengolahan informasi terungkap bahwa tanpa adanya perhatian tak mungkin terjadi belajar (Gage dan Berliner, 1984 : 335). Perhatian terhadap pelajaran akan timbul pada siswa apabila bahan pelajaran sesuai dengan kebutuhannya. Apabila bahan pelajaran itu dirasakan sebagai sesuatu yang dibutuhkan, diperlukan untuk belajar lebih lanjut atau diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, akan membangkitkan motivasi untuk mempelajarinya. Apabila perhatian alami ini tidak ada maka siswa perlu dibangkitkan perhatiannya. Di samping perhatian, motivasi mempunyai peranan penting dalam kegiatan belajar. Motivasi adalah tenaga yang menggerakkan dan mengarahkan aktivitas seseorang. Motivasi dapat dibandingkan dengan mesin dan kemudi pada mobil (Gage dan Berliner, 1984 : 372).
“Motivation is the concept we use when we describe the force action on or within an organism to initiate and direct behavior” demikian menurut H.L. Petri (Petri, Herbert L, 1986 : 3). Motivasi dapat merupakan tujuan dan alat dalam pembelajaran. Sebagai tujuan, motivasi merupakan salah satu tujuan dalam mengajar. Guru berharap bahwa siswa tertarik dalam kegiatan intelektual dan estetik sampai kegiatan belajar berakhir. Sebagai alat, motivasi merupakan salah satu faktor seperti halnya intelegensi dan hasil belajar sebelumnya yang dapat menentukan keberhasilan belajar siswa dalam bidang pengetahuan, nilai-nilai, dan keterampilan.
Motivasi mempunyai kaitan yang erat dengan minat. Siswa yang memiliki minat terhadap sesuatu bidang studi tertentu cenderung tertarik perhatiannya dan dengan demikian timbul motivasinya untuk mempelajari bidang studi tersebut. Motivasi juga dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dianggap penting dalam kehidupannya. Perubahan nilai-nilai yang dianut akan mengubah tingkah laku manusia dan motivasinya. Karenanya, bahan-bahan pelajaran yang disajikan hendaknya disesuaikan dengan minat siswa dan tidak bertetangan dengan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat.
Siswa dituntut untuk memberikan perhatian terhadap semua rangsangan yang mengarah ke arah pencapaian tujuan belajar. Adanya tuntutan untuk selalu memberikan perhatian ini, menyebabkan siswa harus membangkitkan perhatiannya kepada segala pesan yang dipelajarinya. Pesan-pesan yang menjadi isi pelajaran seringkali dalam bentuk rangsangan suara, warna, bentuk, gerak, dan rangsangan lain yang dapat diindra. Dengan demikian siswa diharapkan selalu melatih indranya untuk memperhatikan rangsangan yang muncul dalam proses pembelajaran. Peningkatan/pengembangan minat ini merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi motivasi (Gage dan Berliner, 1984 : 373). Contoh kegiatan atau perilaku siswa, baik fisik atau psikis, seperti mendengarkan ceramah guru, membandingkan konsep sebelumnya dengan konsep yang baru diterima, mengamati secara cermat gerakan psikomotorik yang dilakukan guru, atau kegiatan sejenis lainnya. Semua kegiatan atau perilaku tersebut harus dilakukan oleh siswa secara sadar sebagai upaya untuk meningkatkan motivasi belajarnya.
Insentif, suatu hadiah yang diharapkan diperoleh sesudah melakukan kegiatan, dapat menimbulkan motif. Hal ini merupakan dasar teori belajar B.F. Skinner dengan operant conditioning-nya. (Hal ini dibicarakan lebih lanjut dalam prinsip balikan dan penguatan).
Motivasi dapat bersifat internal, artinya datang dari dirinya sendiri, dapat juga bersifat eksternal yakni datang dari orang lain, dari guru, orang tua, teman, dan sebagainya. Motivasi juga dibedakan atas motif intrinsik dan motif ekstrinsik. Motif intrinsik adalah tenaga pendorong yang sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Sebagai contoh, seorang siswa yang dengan sungguh-sungguh mempelajari mata pelajaran di sekolah karena ingin memiliki pengetahuan yang ingin dipelajarinya. Sedangkan motif ekstrinsik adalah tenaga pendorong yang ada di luar perbuatan yang dilakukannya tetapi menjadi penyertanya. Sebagai contoh, siswa belajar sunguh-sungguh bukan disebabkan ingin memiliki pengetahuan yang dipelajarinya tetapi didorong oleh keinginan naik kelas atau mendapatkan ijazah. Naik kelas dan mendapatkan ijazah adalah penyerta dari keberhasilan belajar.
Motif intrinsik dapat bersifat internal, datang dari diri sendiri, dapat juga bersifat eksternal, datang dari luar. Motif ekstrinsik bisa bersifat internal maupun eksternal, walaupun lebih banyak bersifat eksternal. Motif ekstrinsik dapat juga berubah menjadi motif intrinsik, yang disebut “transformasi motif”. Sebagai contoh, seorang siswa belajar di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) karena menuruti keinginan orang tuanya yang menginginkan anaknya menjadi guru. Mula-mula motifnya adalah ekstrinsik, yaitu ingin menyenangkan orang tuanya, tetapi setelah belajar beberapa lama di LPTK ia menyenangi pelajaran-pelajaran yang digelutinya dan senang belajar untuk menjadi guru. Jadi motif pada siswa itu yang semula ekstrinsik menjadi intrinsik.


   Ø  Keaktifan
Kecenderungan psikologi dewasa ini menganggap bahwa anak adalah makhluk yang aktif. Anak mempunyai dorongan untuk berbuat sesuatu, mempunyai kemauan dan aspirasinya sendiri. Belajar tidak bisa dipaksakan oleh orang lain dan juga tidak bisa dilimpahkan kepada orang lain. Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak aktif mengalami sendiri. John Dewey misalnya mengemukakan, bahwa belajar adalah menyangkut apa yang harus dikerjakan siswa untuk dirinya sendiri, maka inisiatif harus datang dari siswa sendiri. Guru sekadar pembimbing dan pengarah (John Dewey 1916, dalam Davies, 1937 : 31).
Menurut teori kognitif, belajar menunjukkan adanya jiwa yang sangat aktif, jiwa mengolah informasi yang kita terima, tidak sekadar menyimpannya saja tanpa mengadakan transformasi. (Gage and Berliner, 1984 : 267). Menurut teori ini anak memiliki sifat aktif, konstruktif, dan mampu merencakan sesuatu. Anak mampu untuk mencari, menemukan, dan menggunakan pengetahuan yang telah diperolehnya. Dalam proses belajar-mengajar anak mampu mengidentifikasi, merumuskan masalah, mencari dan menemukan fakta, menganalisis, menafsirkan, dan menarik kesimpulan.
Thomdike mengemukakan keaktifan siswa dalam belajar dengan hukum “law of exercise”-nya yang menyatakan bahwa belajar memerlukan adanya latihan-latihan. Mc Keachie berkenaan dengan prinsip keaktifan mengemukakan bahwa individu merupakan “manusia belajar yang aktif selalu ingin tahu, sosial” (Mc Keachie, 1976 : 230 dari Gredler MEB terjemahan Munandir, 1991 : 105).
Dalam setiap proses belajar, siswa selalu menampakkan keaktifan. Keaktifan itu beraneka ragam bentuknya. Mulai dari kegiatan fisik yang mudah kita amati sampai kegiatan psikis yang susah diamati. Kegiatan fisik bisa berupa membaca, mendengar, menulis, berlatih keterampilan-keterampilan, dan sebagainya. Contoh kegiatan psikis misalnya menggunakan khasanah pengetahuan yang dimiliki dalam memecahkan masalah yang dihadapi, membandingkan satu konsep dengan yang lain, menyimpulkan hasil percobaan, dan kegiatan psikis yang lain.

   Ø  Ketertiban Langsung/Berpengalaman
Edgar Dale dalam penggolongan pengalaman belajar yang dituangkan dalam kerucut pengalamannya mengemukakan bahwa belajar yang paling baik adalah belajar melalui pengalaman langsung. Dalam belajar melalui pengalaman langsung siswa tidak sekadar mengamati secara langsung tetapi ia harus menghayati, terlibat lansung dalam perbuatan, dan bertanggung jawab terhadap hasilnya. Sebagai contoh seseorang yang belajar membuat tempe, yang paling baik apabila ia terlibat secara langsung dalam pembuatan (direct performance), bukan sekadar melihat bagaimana orang membuat tempe (demonstrating), apalagi sekadar mendengar orang bercerita bagaimana cara pembuatan tempe (telling).
Pentingnya keterlibatan langsung dalam belajar dikemukakan oleh John Dewey dengan “learning by doing”-nya. Belajar sebaiknya dialami melalui perbuatan langsung. Belajar harus dilakukan oleh siswa secara aktif, baik individual maupun kelompok, dengan cara memecahkan masalah (problem solving). Guru bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator.
Keterlibatan siswa di dalam belajar jangan diartikan keterlibatan fisik semata, namun lebih dari itu terutama adalah keterlibatan mental emosional, keterlibatan dengan kegiatan kognitif dalam pencapain dan perolehan pengetahuan, dalam penghayatan dan internalisasi nilai-nilai dalam pembentukan sikap dan nilai, dan juga pada saat mengadakan latihan-latihan dalam pembentukan keterampilan.
Hal apa pun yang dipelajari siswa, maka ia harus mempelajarinya sendiri. Tidak ada seorang pun dapat melakukan kegiatan belajar tersebut untuknya (Davies, 1987 : 32). Pernyataan ini, secara mutlak menuntuk adanya keterlibatan langsung dari setiap siswa dalam kegiatan belajar pembelajaran. Implikasi prinsip ini dituntut pada para siswa agar tidak segan-segan mengerjakan segala tugas belajar yang diberikan kepada mereka. Dengan keterlibatan langsung ini, secara logis akan menyebabkan mereka memperoleh pengalaman atau berpengalaman. Bentuk-bentuk perilaku yang merupakan implikasi prinsip keterlibatan langsung bagi siswa misalnya adalah siswa ikut dalam pembuatan lapangan bola-voli, siswa melakukan reaksi kimia, siswa berdiskusi untuk membuat laporan, siswa membaca puisi di depan kelas, dan perilaku sejenis lainnya. Bentuk perilaku keterlibatan langsung siswa tidak secara mutlak menjamin terwujudnya prinsip keaktifan pada diri siswa. Namun demikian, perilaku keterlibatan siswa secara langsung dalam kegiatan belajar pembelajaran dapat diharapkan mewujudkan keaktifan siswa.

   Ø  Pengulangan
Prinsip belajar yang menekankan perlunya pengulangan barangkali yang paling tua adalah yang dikemukakan oleh teori Psikologi Daya. Menurut teori ini belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada manusia yang terdiri atas daya mengamat, menanggap, mengingat, mengkhayal, merasakan, berpikir, dan sebagainya. Dengan mengadakan pengulangan maka daya-daya tersebut akan berkembang. Seperti halnya pisau yang selalu diasah akan menjadi tajam, maka daya-daya yang dilatih dengan pengadaan pengulangan-pengulangan akan menjadi sempurna.
Teori lain yang menekankan prinsip pengulangan adalah teori Psikologi Asosiasi atau Koneksionisme dengan tokohnya yang terkenal Thomdike. Berangkat dari salah satu hukum belajarnya “law of exercise”, ia mengemukakan bahwa belajar ialah pembentukan hubungan antara stimulus dan respons, dan pengulangan terhadap pengalaman-pengalaman itu memperbesar peluang timbulnya respons besar. Seperti kata pepatah “latihan menjadikan sempurna” (Thomdike, 1931b : 20, dari Gredler, Margaret E Bell, terjemahan Munandir, 1991 : 51). Psikologi Conditioning yang merupakan perkembangan lebih lanjut dari Koneksionisme juga menekankan pentingnya pengulangan dalam belajar. Kalau pada Koneksionisme, belajar adalah pembentukan hubungan stimulus dan respons maka pada psikologi conditioning respons akan timbul bukan karena saja oleh stimulus, tetapi juga oleh stimulus yang dikondisikan. Banyak tingkah laku manusia yang terjadi karena kondisi, misalnya siswa berbaris masuk ke kelas karena mendengar bunyi lonceng, kendaraan berhenti ketika lampu lalu lintas berwarna merah. Menurut teori ini perilaku individu dapat dikondisikan, dan belajar merupakan upaya untuk mengkondisikan suatu perilaku atau respons terhadap sesuatu. Mengajar adalah membentuk kebiasaan, mengulang-ulang sesuatu perbuatan sehingga menjadi suatu kebiasaan dan pembiasaan tidak perlu selalu oleh stimulus yang sesungguhnya, tetapi dapat juga oleh stimulus penyerta.
Ketiga teori tersebut menekankan pentingnya prinsip pengulangan dalam belajar walaupun dengan tujuan yang berbeda. Yang pertama pengulangan untuk melatih daya-daya jiwa sedangkan yang kedua dan ketiga pengulangan untuk membentuk respons yang benar dan membentuk kebiasaan-kebiasaan. Walaupun kita tidak dapat menerima bahwa belajar adalah pengulangan seperti yang dikemukakan ketiga teori tersebut, karena tidak dapat dipakai untuk menerangkan semua bentuk belajar, namun prinsip pengulangan masih relevan sebagai dasar pembelajaran. Dalam belajar masih tetap diperlukan latihan/pengulangan. Metode drill dan stereotyping adalah bentuk belajar yang menerapkan prinsip pengulangan (Gage dan Berliner, 1984 : 259).
Penguasaan secara penuh dari setiap langkah memungkinkan belajar secara keseluruhan lebih berarti (Davies, 1987 : 32). Dari pernyataan inilah pengulangan masih diperlukan dalam kegiatan pembelajaran. Implikasi adanya prinsip pengulangan bagi siswa adalah kesadaran siswa untuk bersedia mengerjakan latihan-latihan yang berulang untuk satu macam permasalahan. Dengan kesadaran ini, diharapkan siswa tidak merasa bosan dalam melakukan pengulangan. Bentuk-bentuk perilaku pembelajaran yang merupakan implikasi prinsip pengulangan, diantaranya menghafal unsur-unsur kimia setiap valensi, mengerjakan soal-soal latihan, menghafal nama-nama latin tumbuhan, atau menghafal tahun-tahun terjadinya peristiwa sejarah.

   Ø  Tantangan
Teori Medan (Field Theory) dari Kurt Lewin mengemukakan bahwa siswa dalam situasi belajar berada dalam suatu medan atau lapangan psikologis. Dalam situasi belajar siswa menghadapi suatu tujuan yang ingin dicapai, tetapi selalu terdapat hambatan yaitu mempelajari bahan belajar, maka timbullah motif untuk mengatasi hambatan itu yaitu dengan mempelajari bahan belajar tersebut. Apabila hambatan itu telah diatasi, artinya tujuan belajar telah tercapai, maka ia akan masuk dalam medan baru dan tujuan baru, demikian seterusnya. Agar pada anak timbul motif yang kuat untuk mengatasi hambatan dengan baik maka bahan belajar haruslah menentang. Tantangan yang dihadapi dalam bahan belajar membuat siswa bergairah untuk mengatasinya. Bahan belajar yang baru, yang banyak mengandung masalah yang perlu dipecahkan membuat siswa tertantang untuk mempelajarinya. Pelajaran yang memberi kesempatan pada siswa untuk menemukan konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan generalisasi akan menyebabkan siswa berusaha mencari dan menemukan konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan generalisasi tersebut. Bahan belajar yang telah diolah secara tuntas oleh guru sehingga siswa tinggal menelan saja kurang menarik bagi siswa.
Penggunaan metode eksperimen, inkuiri, diskoveri juga memberikan tantangan bagi siswa untuk belajar secara lebih giat dan sungguh-sungguh. Penguatan positif maupun negatif juga akan menantang siswa dan menimbulkan motif untuk memperoleh ganjaran atau terhindar dari hukum yang tidak menyenangkan.
Prinsip belajar ini bersesuaian dengan pernyataan bahwa apabila siswa diberikan tanggung jawab untuk mempelajari sendiri, maka ia lebih termotivasi untuk belajar, ia akan belajar dan mengingat secara lebih baik (Davies, 1987 : 32). Hal ini berarti siswa selalu menghadapi tantangan untuk memperoleh, memproses, dan mengolah setiap pesan yang ada dalam kegiatan pembelajaran. Implikasi prinsip tantangan bagi siswa adalah tuntutan dimilikinya kesadaran pada diri siswa akan adanya kebutuhan untuk selalu memperoleh, memproses, dan mengolah pesan. Selain itu, siswa juga harus memiliki keingintahuan yang besar terhadap segala permasalahan yang dihadapinya. Bentuk-bentuk perilaku siswa yang merupakan implikasi dari prinsip tantangan ini di antaranya adalah melakukan eksperimen, melaksanakan tugas terbimbing maupun mandiri, atau mencari tahu pemecahan suatu masalah

   Ø  Balikan dan Penguatan
Prinsip belajar yang berkaitan dengan balikan dan penguatan terutama ditekankan oleh teori belajar Operant Conditioning dari B.F. Skinner. Kalau pada teori conditioning yang diberi kondisi adalah stimulusnya, maka pada operant conditioning yang diperkuat adalah responsnya. Kunci dari teori belajar ini adalah law of effect-nya Thomdike. Siswa akan belajar lebih bersemangat apabila mengetahui dan mendapatkan hasil yang baik. Hasil, apabila hasil yang baik, akan merupakan balikan yang menyenangkan dan berpengaruh baik bagi usaha belajar selanjutnya. Namun dorongan belajar itu menurut B.F. Skinner tidak saja oleh penguatan yang menyenangkan tetapi juga yang tidak menyenangkan. Atau dengan kata lain penguatan positif maupun negatif dapat memperkuat belajar (Gage dan Berliner, 1984 : 272).
Siswa belajar sungguh-sungguh dan mendapatkan nilai yang baik dalam ulangan. Nilai yang baik itu mendorong anak untuk belajar lebih giat lagi. Nilai yang baik dapat merupakan operant conditioning atau penguatan positif. Sebaliknya, anak yang mendapat nilai yang jelek pada waktu ulangan akan merasa takut tidak naik kelas, karena takut tidak naik kelas ia terdorong untuk belajar lebih giat. Di sini nilai buruk dan rasa takut tidak naik kelas juga bisa mendorong anak untuk belajar lebih giat. Inilah yang disebut penguatan negatif. Di sini siswa mencoba menghindar dari peristiwa yang tidak menyenangkan, maka penguatan negatif juga disebut escape conditioning. Format sajian berupa tanya jawab, diskusi, eksperimen, metode penemuan, dan sebagainya merupakan cara belajar-mengajar yang memungkinkan terjadinya balikan dan penguatan. Balikan yang segera diperoleh siswa setelah belajar melalui penggunaan metode-metode ini akan membuat siswa terdorong untuk belajar lebih giat dan bersemangat.
Siswa selalu membutuhkan suatu kepastian dari kegiatan yang dilakukan, apakah benar atau salah? Dengan demikian siswa akan selalu memiliki pengetahuan tentang hasil (knowledge of result), yang sekaligus merupakan penguat (reinforce) bagi dirinya sendiri. Seorang siswa belajar lebih banyak bilamana setiap langkah segera diberikan penguatan (reinforcement) (Davies, 1987 : 32). Hal ini timbul karena kesadaran adanya kebutuhan untuk memperoleh balikan dan sekaligus penguatan bagi setiap kegiatan yang dilakukannya. Untuk memperoleh balikan penguatan bentuk-bentuk perilaku siswa yang memungkinkan di antaranya adalah dengan segera mencocokkan jawaban dengan kunci jawaban, menerima kenyataan terhadap skor/nilai yang dicapai, atau menerima teguran dari guru/orang tua karena hasil belajar yang jelek.

   Ø  Perbedaan Individual
Siswa merupakan individual yang unik artinya tidak ada dua orang siswa yang sama persis, tiap siswa memiliki perbedaan satu dengan yang lain. Perbedaan itu terdapat pada karakteritik psikis, kepribadian, dan sifat-sifatnya.
Perbedaan individual ini berpengaruh pada cara dan hasil belajar siswa. Karenanya, perbedaan individu perlu diperhatikan oleh guru dalam upaya pembelajaran. Sistem pendidikan klasikal yang dilakukan di sekolah kita kurang memperhatikan masalah perbedaan individual, umumnya pelaksanaan pembelajaran di kelas dengan melihat siswa sebagai individu dengan kemampuan rata-rata, kebiasaan yang kurang lebih sama, demikian pula dengan pengetahuannya.
Pembelajaran yang bersifat klasikal yang mengabaikan perbedaan individual dapat diperbaiki dengan beberapa cara. Antara lain penggunaan metode atau strategi belajar-mengajar yang bervariasi sehingga perbedaan-perbedaan kemampuan siswa dapat terlayani. Juga penggunaan media instruksional akan membantu melayani perbedaan-perbedaan siswa dalam cara belajar. Usaha lain untuk memperbaiki pembelajaran klasikal adalah dengan memberikan tambahan pelajaran atau pengayaan pelajaran bagi siswa yang pandai, dan memberikan bimbingan belajar bagi anak-anak yang kurang. Di samping itu dalam memberikan tugas-tugas hendaknya disesuaikan dengan minat dan kemampuan siswa sehingga bagi siswa yang pandai, sedang, maupun kurang akan merasakan berhasil di dalam belajar. Sebagai unsur primer dan sekunder dalam pembelajaran, maka dengan sendirinya siswa dan guru terimplikasi adanya prinsip-prinsip belajar.
Setiap siswa memiliki karakteristik sendiri-sendiri yang berbeda satu dengan yang lain. Karena hal inilah, setiap siswa belajar menurut tempo (kecepatan)nya sendiri dan untuk setiap kelompok umur terdapat variasi kecepatan belajar (Davies, 1987 : 32). Kesadaran bahwa dirinya berbeda dengan siswa lain, akan membantu siswa menentukan cara belajar dan sasaran belajar bagi dirinya sendiri. Implikasi adanya prinsip perbedaan individual bagi siswa di antaranya adalah menentukan tempat duduk di kelas, menyusun jadwal belajar, atau memilih bahwa implikasi adanya prinsip perbedaan individu bagi siswa dapat berupa perilaku fisik maupun psikis.

B.     Implikasi Pada Siswa Dan Guru

     Ø  Implikasi Prinsip-Prinsip belajar bagi Siswa
Para siswa akan berhasil dalam pembelajaran jika mereka menyadari implikasi prinsip-prinsip belajar terhadap diri mereka.
a)      Perhatian dan motivasi
Siswa dituntut untuk memberikan perhatian terhadap semua rangsangan yang mengarah kea rah tujuan pencapaian belajar. Adanya tuntutan untuk selalu memberikan perhatian ini, menyebabkan siswa harus membangkitkan perhatiannya kepada segala pesan yang dipelajarinya.Sedangkan implikasi prinsip motivasi bagi siswa adalah disadarinya oleh siswa bahwa motivasi belajar yang ada pada diri mereka harus dibangkitkan dan dikembangkan secara terus-menerus. Untuk dapat membangkitkan dan mengembangkan motivasi belajar mereka dapat secara terus menerus, siswa dapat melakukannya dengan menentukan /mengetahui tujuan belajar yang hendak dicapai, menanggapi secara positif pujian atau dorongan dari orang lain, menentukan target/sasaran penyelesaian tugas belajar, dan perilaku sejenis lainnya.

b)      Keaktifan
Siswa dituntut untuk selalu aktif memproses dan mengolah perolehan belajarnya. Untuk dapat memproses dan mengolah perolehan belajarnya secara efektif, pebelajar ditintut untuk aktif secara fisik, intelektual, dan emosional. Implikasi prinsip keaktifan bagi siswa berwujud perilaku-perilaku seperti mencari sumber informasi yang dibutuhkan, menganalisis hasil percobaan, ingin tahu hasil dari suatu reaksi kimia, membuat karya tulis, membuat klipping, dan perilaku sejenis lainnya. Implikasi prinsip keaktifan bagi siswa lebih lanjut menuntut keterlibatan langsung siswa dalam proses pembelajaran.
c)      Keterlibatan langsung/berpengalaman
Hal apapun yang dipelajari siswa, maka ia harus mempelajarinya sendiri. Tidak ada seorang pun dapat melakukan kegiatan belajar tersebut untuknya (Davies, 1987:32). Pernyataan ini, secara mutlak menuntut adanya keterlibatan langsung dari setiap siswa dalam kegiatan belajar pembelajaran. Implikasi prinsip ini dituntut pada para siswa agar tidak segan-segan mengerjakan segala tugas belajar yang diberikan kepada mereka. Dengan keterlibatan langsung ini, secara logis akan menyebabkan mereka memperoleh pengalaman atau berpengalaman.
d)     Pengulangan
Implikasi adanya prinsip pengulangan bagi siswa adalah kesadaran siswa untuk bersedia mengerjakan latihan-latihan yang berulang untuk satu macam permasalahan. Dengan kesaadaran ini, diharapkan siswa tidak merasa bosan dalam melakukan pengulangan. Bentuk-bentuk perilaku pembelajaran yang merupakan implikasi prinsip pengulangan, diantaranya mengahapal unsur-unsur kimia seperti valensi, mengerjakan soal-soal latihan, menghafal nama-nama latin tumbuhan, atau menghafal tahun-tahun terjadinya peristiwa sejarah.
e)      Tantangan
Implikasi prinsip tantangan bagi siswa adalah tuntunan dimilikinya kesadaran pada diri siswa akan adanya kebutuhan untuk selalu memperoleh, memproses, dan mengolah pesan. Selain itu, siswa juga harus memiliki keingintahuan yang besar terhadap segala permasalahan yang dihadapinya. Bentuk-bentuk perilaku siswa yang merupakan implikasi dari prinsip tantangan ini diantaranya adalah melakukan eksperimen, melaksanakan tugas terbimbing maupun mandiri, atau mencari tahu pemecahan suatu masalah.
f)       Balikan dan penguatan
Seorang siswa belajar lebih banyak bilamana setiap langkah segera diberikan penguatan(rei for cement) (Davies, 1987:32). Hal ini timbul karena adanya kebutuhan untuk meperoleh balikan dan sekaligus penguatan bagi setiap kegiatan yang dilakukannya. Untuk memperoleh balikan penguatan bentuk-bentuk perilaku siswa yang memungkinkan di antaranya adalah dengan segera mencocokan jawaban dengan kunci jawaban, menerima kenyataan terhadap skor/nilai yang dicapai, atau menerima teguran dari guru/orang tua karena hasil belajar yang jelek.
g)      Perbedaan Individual
Implikasi adanya prinsip perbedaan individual bagi siswa diantaranya adalah menentukan tempat duduk di kelas, menyusun jadwal belajar, atau memilih bahwa implikasi adanya prinsip perbedaan individu bagi siswa dapat berupa perilaku fisik maupun psikis.
   Ø  Implikasi Prinsip-Prinsip Belajar bagi Guru

a.)    Perhatian dan motivasi
Implikasi prinsip perhatian bagi guru tertampak pada perilaku-perilaku sebagai berikut:
1) Guru menggunakan metode secara bervariasi.
2) Guru menggunakan media sesuai dengan tujuan belajar dan materi yang diajarkan.
3) Guru menggunakan gaya bahasa yang tidak monoton.
4) Guru mengemukakan pertanyaan-pertanyaan membimbing (direction question).

Sedangkan implikasi prinsip motivasi bagi guru tertampak pada perilaku-perilaku yang diantaranya adalah:
1) Memilih bahan ajar sesuai minat siswa.
2) Menggunakan metode dan teknik mengajar yang disukai siswa.
3) Mengoreksi sesegera mungkin pekerjaan siswa dan sesegera mungkin memberitahukan hasilnya kepada siswa.
4) Memberikan pujian verbal atau non-verbal terhadap siswa yang memeberikan respons terhadap pertanyaan yang diberikan.
5) Memberitahukan nilai guna dari pelajarang yang sedang dipelajari siswa.

b.)    Keaktifan
Untuk dapat menimbulkan belajar pada diri siswa, maka guru diantaranya dapat melaksanakan perilaku-perilaku berikut:
1)      Menggunakan multi metode dan multi media,
2)       Memberikan tugas secara individual dan kelompok
3)      Memberikan kesempatan pada siswa melaksanakan eksperimen dalam kelompok kecil (beranggota tidak lebih dari 3 orang).
4)      Memberikan tugas untuk membaca bahan belajar, mencatat hal-hal yang kurang jelas, serta
5)      Mengadakan tanya jawab dan diskusi.

c.)    Keterlibatan langsung/berpengalaman
Perilaku sebagai implikasi prinsip keterlibatan langsung/berpengalaman diantaranya adalah:
1)     Merancang kegiatan pembelajaran yang lebih banyak pada pembelajaran individual dan kelompok kecil.
2)     Mementingkan eksperimen langsung oleh siswa dibandingkan denagn demonstrasi.
3)     Menggunakan media yang langsung digunakan oleh siswa.
4)     Memberiakan tugas kepada siswa untuk mempraktekkan gerakan psikomotorik yang dicontohkan.
5)     Melibatkan siswa mencari informasi/ pesan dari sumber informasi di luar kelas atau di luar sekolah.
6)     Melibatkan siswa dalam merangkum dan menyimpulkan informasi pesan pembelajaran.
d.)   Pengulangan
Implikasi prinsip pengulangan bagi guru adalah mampu memilihkan antara kegiatan pembelajaran yang berisi pesan yang membutuhkan pengulangan dengan yang tidak membutuhkan pengulangan.
            Perilaku guru yang merupakan implikasi prinsip pengulangan diantaranya adalah:
1)      Merancang pelaksanaan pengulangan
2)      Mengembangkan/merumuskan soal-soal latihan
3)      Mengembangkan petunjuk kegiatan psikomotorik yang harus diulang
4)      Mengembangkan alat evaluasi kegiatan pengulangan dan
5)      Membuat kegiatan pengulangan yang bervariasi.

e.)    Tantangan
Perilaku guru yang merupakan implikasi prinsip tanatngan di antarnya adalah :
1)     Merancang dan mengelola kegiatan eksperimen yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukannya secara individual atau dalam kelompok kecil (3-4 orang).
2)     Memberikan tugas pada siswa memecahkan masalah yang membutuhkan informasi dari orang lain di luar sekolah sebagai sumber informasi.
3)     Menugaskan kepada siswa untuk menyimpulkan isi pelajaran yang telah disajikan.
4)     Mengembangkan bahan pembelajaran (teks, hard out, modul, dan yang lain) yang memperhatikan kebutuhan siswa untuk mendapat tantangan didalamnya, sehingga tidak harus semua pesan pembelajaran disajikan secara detail tanpa memberikan kesempatan siswa mencari dari sumber lain.
5)     Membimbing siswa untuk menemukan fakta, konsep, prinsip, dan generalisasi sendiri.
6)     Guru merancang dan mengelola kegiatan diskusi untuk menyelenggarakan masalah-masalah yang disajikan dalam topic diskusi.
f.)     Balikan dan penguatan
Implikasi prinsip balikan dan penguatan bagi guru berwujud perilaku-perilaku yang diantaranya adalah:
1)     Memberitahu jawaban yang benar setiap kali mengajukan pertanyaan yang telah dijawab siswa secara benar ataupun salah.
2)     Mengoreksi pembahasan pekerjaan rumah yang diberiakn kepada siswa pada waktu yang telah ditentukan.
3)     Memberikan catatan-catatan pada hasil kerja siswa (berupa makalah, laporan, klipping pekerjaan rumah), berdasarkan hasil koreksi guru terhadap hasil kerja pembelajaran.
4)     Memberikan lembar jawaban tes pelajaran yang telah dikoreksi oleh guru, disertai skor dan catatan-catatan nagi pebelajar.
5)     Mengumumkan atau mengkonfirmasikan peringkat yang telah diraih setiap siswa berdasrakan skor yang dicapai dalam tes.
6)     Memberikan anggukan atau acungan jempol atau isyarat lain kepada siswa yang menjawab dengan benar pertanyaan yang disajikan guru.
7)     Memberikan hadiah/ganjaran kepada siswa yang berhasil menyelesaikan tugas.

h)      Perbedaan Individual
Implikasi prinsip perbedaan individual bagi guru berwujud perilaku-perilaku yang di antaranya adalah:
1)     Menentukan penggunaan berbagai metode yang diharapkan dapat melayani kebutuhan siswa sesuai karakteristiknya.
2)     Merancang pemanfaatan berbagai media dalam menyajikan pesan pembelajaran.
3)     Mengenali karakteristik setisp siswa sehingga dapat melakukan perlakuan pembelajaran yang tepat bagi siswa yang bersangkutan dan
4)      Memberikan remediasi ataupun pertanyaan kepada siswa yang membutuhkan.
           


C.    Asas Dan Prinsip Belajar Dan Pembelajaran

   Ø  Prinsip Kesiapan (Readiness)
Proses belajar dipengaruhi kesiapan murid yang di maksud dengan kesiapan atau readiness ialah kondisi individu yang memungkinkan ia dapat belajar. Dimana ia memiliki kesiapan belajar. Yang dimaksud kesiapan ini adalah kematangan dan pertumbuhan fisik, intelegensi latar belakang pengaalman, hasil belajar yang baku, motivasi, persepsi dan factor-faktor lain yang memungkinkan seseorang dapat belajar.

   Ø  Prinsip Motivasi (Motivation)
Motivasi adaah suatu kondisi dar belajar untuk memprakarsai kegiatan, mengatur arah kegiatan itu dan memelihara kesungguhan. Berkenaan dengan motivasi ini ada beberapa prinsip yang seyogyanya kita perhatikan antara lain: Individu bukan hanya di dorong oleh kebutuhan biologis, social dan emosional tetapi disamping itu ia data di beri dorongan untuk mencapai sesuatu yang lebih dari yang dimiliki saat itu.

   Ø  Prinsip Persepsi
Persepsi adalah interpretasi tentang situasi yang hidup. Dengan Setiap individu melihat dunianya dengan caranya sendiri yang brbeda dari yang lain. Persepsi ini mempengaruhi perilaku individu. Seorang guru akan dapat memahami murid-muridnya lebih baik ia peka terhadap bagaimana cara seseorang melihat situasi tertentu.

   Ø  Prinsip Tujuan
Tujuan ialah sasaran khusus yang hendak di capai oleh seseorang.

   Ø  Prinsip Perbedaan Individual
Berkenaan dengan perbedaan individu, ada beberapa hal yang harus di ingat yaitu; Para pelajar harus dapat di bantu untuk memahami kekuatan dan kelemahan dirinya dan selanjutnya mendapat perlakuan dan pelayananan kegiatan, tugas dan belajar dan memenuhi kebutuhan berbeda-beda.



BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat kami berikan dari pemaparan pembahasan di Bab tiga yaitu:
   Ø  teori dan prinsip-prinsip belajar yang dikemukakan oleh para ahli yang satu dengan yang lain memiliki persamaan dan juga perbedaan. Dari berbagai prinsip belajar tersebut terdapat beberapa prinsip yang relatif berlaku umum yang dapat kita pakai sebagai dasar dalam upaya pembelajaran, baik bagi siswa yang perlu meningkatkan upaya belajarnya maupun bagi guru dalam upaya meningkatkan mengajarnya. Prinsip-prinsip itu berkaitan dengan perhatian dan motivasi, kreatifan, ketertiban langsung/berpengalaman, pengulangan, tantangan, balikan dan penguatan, serta perbedaan individual.
   Ø  Pada prosese belajar dan pembelajaran maka akan terdapat beberapa penyimpangan yang di lakukan oleh guru maupun siswa yang disebabkan factor eksternal ataupun factor internal.
   Ø  Terdapat beberapa asas dan prinsip belajar dan pembelajaran yang dapat digunakan sebagai pedoman saat kita melakakukan belajar dan pembelajaran.

B.     Saran
Saran yang dapat kami berikan melalui makalah ini adalah:
“Peningkatan pengajar berada di tangan kita sebagai calon guru yang akan melanjutkan pengajaran kedepannya, sehingga pemahaman mengenai asas dan prinsip belajar dan pembelajaran sangat di bututhkan.”


DAFTAR PUSTAKA


Dimyati. Mudjiono. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : PT. Asli Mahasaty

Drs. H. Syahrir Nehru, M.Pd dan Edy Karno, S.Pd, M.Pd. Belajar Dan Pembelajaran Ekonomi.2012.Kendari:Unhalu.